Masa
anak-anak masa penuh aktivitas. Anak-anak seolah tak berhenti bergerak,
dari satu aktivitas ke aktivitas yang lain. Lebih-lebih lagi bermain,
sebuah aktivitas yang menjadi favorit dalam dunia anak. Kadang karena
asyik bermain atau melakukan aktivitas yang lain, anak jadi susah
diminta tidur siang. Bahkan tidur siang menjadi sesuatu yang
menjengkelkan karena memutuskannya dari kegembiraan aktivitas yang
dilakukannya.
Ternyata
faktor yang menghalangi anak-anak istirahat di siang hari bukan hanya
datang dari diri mereka sendiri. Bahkan terkadang, ada orangtua yang
justru menghasung anak-anak untuk menyibukkan waktunya dengan segudang
kegiatan, tanpa istirahat siang. Les ini, les itu, kegiatan ini dan itu,
bersiap menyongsong ini dan itu, sehingga anak tak berhenti dari satu
kesibukan ke kesibukan yang lain.
Kita
–orangtua– seyogianya tidak membiarkan anak-anak tanpa tidur siang
ataupun sekadar beristirahat di siang hari. Dari sisi kesehatan, tentu
hal ini banyak manfaatnya, mengistirahatkan tubuh sejenak dari aktivitas
agar bugar kembali untuk menyambut aktivitas berikutnya.
Tak
hanya dari sisi kesehatan tinjauannya. Jauh lebih penting lagi, tidur
siang adalah sunnah yang diajarkan dan dilakukan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memerintahkan kita untuk tidur
siang dalam sabda beliau yang dinukilkan oleh Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu:
قِيْلُوا فَإِنَّ الشَّيَاطِيْنَ لاَ تَقِيْلُ
“Qailulah-lah (istirahat sianglah) kalian, sesungguhnya setan-setan itu tidak pernah istirahat siang.” (HR. Abu Nu’aim dalam Ath-Thibb, dikatakan oleh Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1637: isnadnya shahih)
Yang dimaksud dengan qailulah adalah istirahat di tengah hari, walaupun tidak disertai tidur. (An-Nihayah fi Gharibil Hadits)
Apa
yang dilakukan dan dihasung oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ini juga diikuti oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Di
antaranya ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dalam riwayat dari
‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu:
رُبَّمَا
قَعَدَ عَلَى بَابِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رِجَالٌ مِنْ قُرَيْشٍ، فَإِذَا
فَاءَ الْفَيْءُ قَالَ: قُوْمُوا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِلشَّيْطَانِ. ثُمَّ
لاَ يَمُرُّ عَلَى أَحَدٍ إِلاَّ أَقَامَهُ
Pernah
suatu ketika ada orang-orang Quraisy yang duduk di depan pintu Ibnu
Mas’ud. Ketika tengah hari, Ibnu Mas’ud mengatakan, “Bangkitlah kalian
(untuk istirahat siang, pent.)! Yang tertinggal hanyalah bagian untuk
setan.” Kemudian tidaklah Umar melewati seorang pun kecuali menyuruhnya
bangkit.”
(HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no.1238, dikatakan oleh Al-Imam
Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Adabil Mufrad no. 939: hasanul
isnad)
Dalam riwayat yang lainnya disebutkan:
كَانَ
عُمَرُ رضي الله عنه يَمُرُّ بِنَا نِصْفَ النَّهَارِ –أَوْ قَرِيْبًا
مِنْهُ – فَيَقُوْلُ: قُوْمُوا فَقِيْلُوا، فَمَا بَقِيَ فَلِلشَّيْطَانِ
Biasanya
’Umar radhiyallahu ‘anhu bila melewati kami pada tengah hari atau
mendekati tengah hari mengatakan, “Bangkitlah kalian! Istirahat
sianglah! Yang tertinggal menjadi bagian untuk setan.”
(HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no.1239, dikatakan oleh Al-Imam
Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Adabil Mufrad no. 939: hasanul
isnad)
Begitulah
kebiasaan para sahabat g. Diceritakan oleh Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, ketika datang pengharaman khamr, para sahabat sedang duduk-duduk
minum khamr di rumah Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu. Dengan segera
mereka menuangkan isi bejana khamr, lalu mereka istirahat siang di rumah
Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha, istri Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu.
Anas radhiyallahu ‘anhu menuturkan:
مَا
كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِيْنَةِ شَرَابٌ– حَيْثُ حُرِّمَتِ الْخَمْرُ
–أَعْجَبُ إِلَيْهِمْ مِنَ التَّمْرِ وَالْبُسْرِ، فَإِنِّي لَأُسْقِي
أَصْحَابَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُمْ عِنْدَ أَبِي
طَلْحَةَ، مَرَّ رَجُلٌ قَالَ: إِنَّ الْخَمْرَ قَدْ حُرِّمَتْ. فَمَا
قَالُوا: مَتَى؟ أَوْ حَتَّى نَنْظُرَ. قَالُوا: يَا أَنَسُ، أَهْرِقْهَا،
ثُمَّ قَالُوا عِنْدَ أُمِّ سُلَيْمٍ حَتَّى أَبْرَدُوا وَاغْتَسَلُوا،
ثُمَّ طَيَّبَتْهُمْ أُمُّ سُلَيْمٍ ثُمَّ رَاحُوا إِلَى النَّبِيِّ صلى
الله عليه وسلم فَإِذَا الْخَبَرُ كَمَا قَالَ الرَّجُلُ. قَالَ أَنَسٌ:
فَمَا طَعِمُوهَا بَعْدُ
“Tidak
ada minuman yang paling disukai penduduk Madinah tatkala diharamkannya
khamr, selain (khamr dari) rendaman kurma. Sungguh waktu itu aku sedang
menghidangkan minuman itu kepada para sahabat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang sedang berada di rumah Abu Thalhah. Tiba-tiba
lewat seseorang, dia mengatakan, “Sesungguhnya khamr telah diharamkan!”
Sama sekali para sahabat tidak menanyakan, “Kapan?” atau “Kami lihat
dulu.” Mereka justru langsung mengatakan, “Wahai Anas, tumpahkan khamr
itu!” Lalu mereka pun beristirahat siang di rumah Ummu Sulaim sampai
hari agak dingin, setelah itu mereka mandi. Kemudian Ummu Sulaim memberi
mereka minyak wangi. Setelah itu mereka beranjak menuju ke hadapan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ternyata beritanya memang seperti yang
dikatakan orang tadi. Maka mereka tak pernah lagi meminumnya setelah itu.”
(HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no.1241, dikatakan oleh Al-Imam
Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Adabil Mufrad no. 940: shahihul
isnad)
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengabarkan kebiasaan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulunya:
كَانُوا يُجَمِّعُوْنَ ثُمَّ يَقِيْلُوْنَ
“Mereka (para sahabat) dulu biasa melaksanakan shalat Jum’at, kemudian istirahat siang.”
(HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no.1240, dikatakan oleh Al-Imam
Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Adabil Mufrad no. 939: shahihul
isnad)
Jika
para sahabat saja bersemangat mengikuti perintah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam serta mengajak yang lainnya melakukan kebaikan ini,
tentu kita tak pantas meninggalkannya. Kita melakukan dan kita ajak
anak-anak kita untuk melakukannya pula.
Manfaat
yang besar akan mereka dapatkan; tubuh akan terasa segar untuk
melaksanakan berbagai ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, juga
menyelisihi kebiasaan setan yang tak pernah istirahat di siang hari.
Lebih penting lagi, membiasakan diri mereka untuk meneladani sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Wallahu a’lamu bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar